Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tinggalnya Orang-orang Beriman dan Orang Munafiq

Di dalam hadīts Abū Said Al-Khudri yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhāri dan Muslim disebutkan bahwasanya setelah orang-orang kāfir baik musyrikin maupun ahlul kitāb digiring ke neraka, maka tidak tersisa kecuali orang-orang yang menyembah Allāh, yang shālih maupun yang fajir.

Dikatakan kepada mereka: “Apa yang menghalangi kalian untuk pergi, sedangkan manusia sudah pergi? 

Dalam riwayat Muslim, “Apa yang kalian tunggu? Mereka berkata: “Kami berbeda dengan mereka di dunia. Padahal kami dahulu butuh dengan mereka.”

Maksudnya dahulu mereka bertauhīd tidak menyembah apa yang disembah oleh orang-orang kāfir. Meskipun mereka membutuhkan orang-orang kāfir tersebut dalam beberapa hal. Mereka berkata: “Sungguh kami telah mendengar penyeru menyeru supaya setiap kaum mengikuti apa yang dia sembah. Dan kami sekarang sedang menunggu Rabb kami. Maka datanglah Allāh Subhānahu wa Ta’āla didalam bentuk yang berbeda dengan bentuk yang mereka lihat pertama kali.

Ini menunjukkan bahwasanya orang-orang yang berimān akan melihat Allāh di Padang Mahsyar.

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

“Maka Allāh berkata, “Aku adalah Rabb kalian.” Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allāh darimu. Kami tidak menyekutukan Allāh sedikitpun.” Mereka mengatakan perkataan ini dua atau tiga kali.

Maksudnya Allāh akan menguji mereka dengan memperlihatkan diri-Nya kepada mereka dalam bentuk yang lain. Ketika mereka melihat Allāh dalam bentuk yang lain, maka mereka berlindung kepada Allāh , supaya tidak terfitnah di dalam ujian ini. Dan ucapan mereka, “Kami tidak menyekutukan Allāh sedikitpun.” menunjukkan tentang keutamaan tauhīd.

Beliau Shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

“Maka tidak berbicara kepada Allāh saat itu kecuali para Nabi.” Maka Allāh berkata: “Apakah kalian memiliki tanda sehingga kalian mengetahui bahwa Dia adalah Rabb kalian? Mereka berkata, “Betis” Maka disingkaplah betis Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”

Para ulamā mengatakan bahwasanya ini adalah termasuk hadīts yang berisi sifat Allāh, Kewajibah kita berimān bahwasanya Allāh memiliki betis sesuai dengan keagungan-Nya.

Tidak boleh kita ingkari, tidak boleh kita serupakan dengan mahluk, tidak boleh kita takwil, dan tidak boleh kita bertanya tentang bagaimananya.

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

“Maka sujudlah setiap mukmin.” 

Dan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Tidak tersisa orang yang dahulu sujud untuk Allāh , ikhlās dari dirinya kecuali Allāh akan mengijinkan dia bersujud. Kemudian tidaklah tersisa orang yang dahulu sujud karena hanya ingin melindungi diri dan riya’ kecuali Allāh akan menjadikan punggungnya menjadi rata. Setiap akan sujud dia jatuh tersungkur di atas tengkuknya.

Maksudnya dia tidak bisa sujud karena punggungnya yang semula memiliki beberapa ruas tulang yang memudahkan dia untuk membungkuk, menjadi hanya memiliki satu ruas tulang yang rata.

Demikianlah keadaan orang-orang yang dahulu menipu Allāh dan orang-orang yang berimān di dunia Maka Allāh menipu mereka. Mereka mengira bahwasanya mereka akan selamat dengan tinggalnya mereka saat itu bersama orang-orang yang berimān. Namun ternyata perkiraan mereka adalah perkiraan yang salah.

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

“Kemudian orang-orang yang berimān mengangkat kepala mereka dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah kembali kepada bentuk-Nya yang semula. Kemudian Allāh berkata: “Aku adalah Rabb kalian”. Mereka pun berkata: “Engkau adalah Rabb kami”.

Posting Komentar untuk "Tinggalnya Orang-orang Beriman dan Orang Munafiq"